Analisis Perbandinggan Puisi
1.Penerimaan
penerimaan
Kalau
ku mau ku terima kembali
Dengan
sepenuh hati
Aku
masih tetap sendiri
Ku
tahu kau bukan yang dulu lagi
Bak
kembang sari sudah terbagi
Jangan
tunduk! Tentang aku denan berani
Kalau
ku mau kuterima kau kembali
Untuk
sendiri tapi
Sedang
dengan cermin aku enggan berbagi
Puisi penerimaan menceritakan seorang laki-laki yang bersedia
menerima kekasihnya meskiun dia tahu bahwa sang kekasih sudah tidak seperti
dulu lagi : bak kembang sari sudah terbagi.
2.
Doa
Doa
Kepada
pemelluk teguh
Tuhanku
Dalam
termangu
Aku
masih menyebut nama-Mu
Biar
susah sungguh
Mengingat
Kau penuh seluruh
Caya-Mu
panas suci
Tinggal
kerdip lilin dikelam sunyi
Tuhanku
Aku
hilang bentuk
Remuk
Tahanku
Aku
mengembara di negeri asing
Tuhanku
Dipintu-Mu
aku mengetuk
Aku
tak bisa berpaling
Kebahasaan
Puisi-puisi Chairil Anwar
“penyimpangan
bahasa yang sering terjadi pada puisi pada dasarnya dilakukan untuk pencapaian
tujuan estetis” (jassin,1988,17).
Puisi-puisi
chairil anwar adalah bukti konkrit dari pemberontakan 45 terhadap
konvensi-konvensi puisi angkatan sebelumnya. Pembaharuan yang dilakukan oleh
chairil anwar bersifat menyeluruh, baik dalam bentuk maupun faktor kejiwaan
puisi dan tema serta amanat yang di sampaikan.
Penggunaan
bahasa pada puisi chairil anwar mengemukakan pengalaman batin yang mendalam dan
mengungkapkan intensitas arti, kata-kata yang bisa di gunakan sehari-hari.
Untuk mendapatkan efek puitis, yaitu untuk mendapatkan irama yang liris dan
membuat kepadatan, chairil anwar banyak membuat penyimpangan tata bahasa
normatif. Penyimpangan-penyimpangan tersebut menurut Pradopo, (1987:101)
merupakan “penyingkatan, penghilangan imbuhan, dan penyimpangan struktur
sintaksis”.
a.
Pemendekan Kata
Pemendekan
kata dalam puisi chairil anwar dilakukan untuk melancarkan ucapan, untuk
mendapatkan irama yang menyebabkan liris. Misalnya:
Kalau
sampai waktuku
‘ku
mau tak seorang kan ‘merayu
(Aku)
Ajal
yang menarik kita ‘kan merasa angkasa sepi
(kepada
kawan)
b.
Menghilangkan imbuhan
selain
pemendekan kata chair anwar sering menghilangkan imbuhan, lebih- lebih awalan.
contoh
:
aku
tak bisa tidur
orang
ngomng anjing gonggong
(
kesabaran)
kadang
kadang penghilangan imbuhan itu disertai penyngkatan kata
ulang
sebagai berikut:
sesudah
itu kita sama termangu
(
sia-sia)
kami
sama pejalan larut
(kawan
ku dan aku)
bentuk
“sama- sama”di singkat menjadi “ sama”peristiwa tersebut adalah peristiwa
pemadatan. Sering kali chairl anwar membuat bentuk yang menyalahi konfensi
umum, misalnya :
terbaring di rangkuman pagi
terbaring di rangkuman pagi
–
hari baru jadi –
ini
mia mencari
hati
impi
(ini
mia)
gabungan
kata “ hati impi “ buakan hal yang biasa. Ambiguitas yang muncul dari pemadatan
ini adalah mungkin yang di maksud “ hati impi “ itu “ hati yang bermimpi “ atau
“ impian hati”.
c.
Penyimpangan struktur sintaksis
Penyimpangan
struktur sintaksis yang dilakukan oleh chail anwar itu berupa susunan kelompok
kata atau susunan kalimat seluruh. Pada umumnya susunan kelompok kata mengikuti
hukum DM, yaitu kata yang berposisi di depan diterangkan oleh kata yang
berposisi di belakang. Misalnya : rumah ini. Kata “rumah”di terangkan oleh kata
“ini “. Tetapi charil anwar merubah pola ini misalnya :
udara
bertuba. Setan bertempik
ini
sepi terus ada. Dan menanti
(Hampa)
susunan
yang biasa adalah “sepi ini” bukan “ini sepi”.
sering juga chail anwar menggunakan inversi, yaitu mambalik susunan subjek-predikat menjadi predikat-subjek.
sering juga chail anwar menggunakan inversi, yaitu mambalik susunan subjek-predikat menjadi predikat-subjek.
di
hati matamu kembang mawar dan melati.
(sajak
putih)
susunan
biasa akan menjadi:
di
hitam mawar dan melati (ber)kembang.
chail
anwar juga sering mengubah susunan kalimat.
aku
berkaca
ini
muka penuh luka
siapa
punya?
(selamat
tinggal)
Bila
di ucapkan menurut struktur bahasa normatif akan menjadi
aku berkaca
aku berkaca
siapakah
(yang) mempunyai
muka
(yang) penuh luka ( ini)
d.
Pengertian pengkajian intertekstual puisi
Penelitian
terhadap karya sastra ,merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menghidupkan,
mengembangkan, dan mempertajam ilmu sastra. Kegiatan penelitian sastra
berkaitan dengan konsep sastra, yang mungkin bersifat universal tetapi tetap
menyimpan sifat individual penyair. Ada tiga pendekatan dalam penelitian
sastra, yaitu pendekatan eksperimental, pendekatan kritik sastra, dan
pendekatan intertekstual. Selanjutnya penelitian ini adalah penelitian
intertekstual. Intertekstual puisi menunjukan adalanya pengaruh sebuah puisi
terhadap puisi lain, penunjukan sesuatu teks terhadap teks lain. Sejak atau
puisi biasanya baru memiliki makna yang sepenuhnya bila dihubungkan dengan
puisi lain. Sebagaimana dikemukakan oleh A.Teeuw (1984:65), bahwa sebuah teks
tidak lahir dari kekosongan budaya.
Sebuah teks itu penuh makna bukan hanya karena mempunyai struktur tertentu. Suatu kerangka yang menemukan dan mendukung bentuk, tetapi, juga karena teks itu berhubungan dengan teks lain. Sebuah teks lahir teks- teks lain dan harus dipandang sesuai tempatnya dalam kawasan tekstual. Inilah yang disebuat intertekstual (rina ratih,2001:135) ini berarti bahwa teks sastra , dalam hal ini puisi, di baca dan harus dengan latar belakang teks-teks lain. Karena tak ada satu pun teks yang benar-benar mandiri dan terlepas dari teks- teks terdahulu yang menjadi latar belakang, contoh, teladan, dan atau inspirasi terciptanya teks tersebut. Bukan berarti bahwa sebuah teks merupakan plagiat dari teks lain. Tetapi sebuah teks memiliki pengaruh dalam penciptaan teks lain. Sebagai contoh, setelah membaca sebuah puisi , seorang penyair mendapat ilham untuk menulis hal yang sama tapi dengan sikap pribadinya sendiri yang seringkali berbeda bahkan kontras dengan teks yang memberikan ilham, artinya penyair memandang sesuatu persoalan berbeda dengan penyair lain. Dalam puisi dikenal istilah hipogram, yaitu tulisan yang merupakan dasar (seringkali tidak eksplisit) untuk penciptaan sastra baru. Penciptaaan sastra ini menurut A.Teew(1991:65) dilakukan secara konsratif, dengan memutar balikan esensi dan amanat karya sebelumnya. Sedangkan karya yang lahir dengan didasarkan karya sastra lain disebut sebagai karya transformasinya. Yaitu karya yang menunjukan kepada karya lain. Karya transformasi ini seringkali berupa tentangan terhadap karya sebelumnya.
Sebuah teks itu penuh makna bukan hanya karena mempunyai struktur tertentu. Suatu kerangka yang menemukan dan mendukung bentuk, tetapi, juga karena teks itu berhubungan dengan teks lain. Sebuah teks lahir teks- teks lain dan harus dipandang sesuai tempatnya dalam kawasan tekstual. Inilah yang disebuat intertekstual (rina ratih,2001:135) ini berarti bahwa teks sastra , dalam hal ini puisi, di baca dan harus dengan latar belakang teks-teks lain. Karena tak ada satu pun teks yang benar-benar mandiri dan terlepas dari teks- teks terdahulu yang menjadi latar belakang, contoh, teladan, dan atau inspirasi terciptanya teks tersebut. Bukan berarti bahwa sebuah teks merupakan plagiat dari teks lain. Tetapi sebuah teks memiliki pengaruh dalam penciptaan teks lain. Sebagai contoh, setelah membaca sebuah puisi , seorang penyair mendapat ilham untuk menulis hal yang sama tapi dengan sikap pribadinya sendiri yang seringkali berbeda bahkan kontras dengan teks yang memberikan ilham, artinya penyair memandang sesuatu persoalan berbeda dengan penyair lain. Dalam puisi dikenal istilah hipogram, yaitu tulisan yang merupakan dasar (seringkali tidak eksplisit) untuk penciptaan sastra baru. Penciptaaan sastra ini menurut A.Teew(1991:65) dilakukan secara konsratif, dengan memutar balikan esensi dan amanat karya sebelumnya. Sedangkan karya yang lahir dengan didasarkan karya sastra lain disebut sebagai karya transformasinya. Yaitu karya yang menunjukan kepada karya lain. Karya transformasi ini seringkali berupa tentangan terhadap karya sebelumnya.
No comments:
Post a Comment